Jumat, Agustus 01, 2008

Al-Imam Al-Junayd


Abu Qosim al-Junayd al-Baqdadiyy al-Kharraz (w. 298 H / 911 M). Ayahnya dari Nahawand, Persia; ia sendiri lahir dan meninggal di Baqdad, al-Junayd dikenal sebagai seorang sufi yang memiliki berbagai karangan di bidang tauhid, ketuhanan, fana dan masalah-masalah keagamaan lainnya. Al-Junayd dapat dimasukkan ke dalam kelompok sufi yang konsisten mengajarkan perpaduan ilmu syariat (fiqh) dan ilmu hakikat (tasawuf) dan tidak suka mengeluarkan ungkapan-ungkapan ganjil (syatahat). Karya-karyanya antara lain : Dawa’ al-Arwah, al-Misaq, at-Tauhid, al-Farq bain al-Ikhlas wa as-Sidq.

Mutiara Hikmah Al-Imam
  • Al-junayd berkata : “Hajat hikmah pertama yang dibutuhkan oleh hamba adalah ma’rifat makhluk terhadap Kholiq, mengenal sifat-sifat Pencipta dan yang tercipta bagaimana ia diciptakan. Sehingga diketahui Sifat kholiq dari makhluk, dan sifat Yang Qodim dari yang baru. Sang makhluk merasa hina ketika dipanggil-Nya dan mengakui kewajiban taat kepada-Nya. Barangsiapa yang tidak kenal Rajanya maka ia tidak mengakui terhadap raja, kepada siapa kewajiban-kewajiban harus diberikan.
  • Al-Junayd ditanya soal tauhid, jawabnya, “Menunggalkan yang Maha Tunggal dengan mewujudkan Wahdaniyah-Nya lewat keparipurnaan Ahadiyah-Nya. Bahwa Dialah Yang Esa Yang tiada beranak dan tidak diperanakan. Dengan kontra terhadap antagoni, keraguan & keserupaan; tanpa upaya penyerupaan dan bertanya bagaimana, tanpa proyeksi dan pemisalan; tidak ada sesuatupun yang menyamai-Nya. Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
  • Al-Junayd mengatakan, “Tauhid adalah ilmu Anda, dan ikrar Anda bahwa sesungguhnya Allah swt. adalah Tunggal dalam Azali-Nya tak ada dua-Nya, dan tak sesuatupun yang mengerjakan pekerjaan-Nya.”
  • Dikatakan oleh al-Junayd, bahwa sebagai ulama bertanya soal tauhid. Kemudian dijawab al-junayd, “Tauhid adalah keyakinan”. “Jelaskan padaku, apa tauhid itu ?” demikian kata si penanya. “Tauhid adalah ma’rifat Anda, bahwa seagala gerak makhluk dan diamnya merupakan pekerjaan Allah swt. Dia Maha Esa tidak berkawan. Apabila Anda sudah berpandangan demikian, Anda telah menauhidkan-Nya.” jawab Junayd.
  • Al-Junayd menegaskan soal dua masalah urgen, “Tawakal adalah perbuatan kalbu, dan tauhid merupakan ucapan kalbu.”
  • Al-Junayd berkata : “Al-Khouf dari Allah membuatku tergenggam. Dan ar-Roja’ dari Allah membuatku lapang. Hakikat telah mengumpulkan diriku. Dan Al-Haq memisahkanku. Apabila Dia membuatku tergenggam adalah khouf, Dia menjadikan diriku fana’ dari diriku. Apabila ar-Roja’ melapangkanku, Dia mengembalikan kepadaku. Apabila diriku terintegrasi hakikat, maka Dia menghadirkanku. Apabila aku dipisahkan Al-Haq, aku disaksikan oleh selain diriku, kemudian menutupiku. Allah swt dalam semua hal itu adalah penggerakku tanpa mengekangku, Dia yang membuatku takut tanpa gembiraku. Aku dengan kehadiranku, merasakan rasa wujudku. Fanaku dating dari diriku, membuatku nikmat, atau menggaibkan dariku, sehingga aku ringan.”
  • Al-Junayd berkata : “Aku mendengar batinku berkata, “Seorang hamba bias sampai pada suatu batas seandainya wajahnya tertebas pedang, sama sekali tidak merasakannya! Sedangkan dalam hatiku ada sesuatu, hingga tampak jelas bahwa persoalannya sampai sedemikian itu.”
  • Al-Junayd berkata, “Toubat itu mempunyai tiga makna, pertama, menyesali kesalahan; kedua berketetapan hati untuk tidak kembali pada apa yang telah dilarang Allah swt.; dan ketiga adalah menyelesaikan / membela orang yang teraniaya.”
  • Al-Junayd berkunjung kepada as-Sary pada suatu hari, dan didapati sedang kebingungan. Ia bertanya, “Apa yang telah terjadi atas dirimu ?” As-Sary menjawab, “Aku bertemu dengan seorang pemuda dan ia bertanya tentang toubat kepadaku, kukatakan kepadanya, “Toubat adalah bahwa engkau tidak melupakan dosa-dosamu. ‘Lantas ia menyanggahnya dengan mengatakan ‘Toubat adalah justru engkau benar-benar melupakan dosa-dosamu.” Al-Junayd mengatakan bahwa yang dikatakan oleh pemuda itulah yang benar, As-Sary bertanya kepadanya, mengapa ia mengajukan pendapat seperti itu. Al-Junayd menjawab, “Karena apabila aku berada dalam kondisi kering, lantas aku dipindahkan ke kondisi dingin, maka menyebut masa kering di masa dingin, adalah kekeringan itu sendiri.” Dan akhirnya as-sary pun terdiam.”
  • Al-Junayd berkata, “Kesulitan dalam ‘uzlah lebih mudah diatasi ketimbang kesenangan berada bersama orang lain.”
  • Al-junayd berkata, “barangsiap menginginkan agamanya sehat dan raga serta jiwanya tentram, lebih baik ia memisahkan diri dari orang banyak. Sesungguhnya zaman yang penuh ketakutan, dan orang yang bijak adalah yang memilih kesendirian.”
  • Al-junayd sedang duduk-duduk bersama Ruwayn, Al-Jurairy dan ibnu Atha’. Al-Junayd berkata, “Seseorang tidak akan selamat kecuali kita berlindung secara ikhlas kepada Allah swt. “Allah swt berfirman, “Dan terhadap tiga orang yang tidak ikut serta (berjihat), hingga ketika bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi tiu luas dan jiwa mereka pun telah menjadi sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima toubat mereka agar mereka tetap dalam toubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima toubat lagi maha Penyayang.” (Toubat :118)
  • Al-Junayd mengajarkan, “Zuhud adalah kekosongan hati dari sesuatu yang tangan tidak memilikinya.”
  • Ketika al-Junayd bertanya tentang zuhud, Ruwayn menjawab “Zuhud adalah meremehkan dunia dan menghapus bekas-bekasnya dari hati.”
  • Al-Junayd berkata, “Zuhud adalah mengosongkan tangan dari harta dan mengosongkan hati dari kelatahan.”
  • Ketika al-Junayd ditanya tentang khusyu’, ia menjawab, “Khusyu’ adalah jika hati menghinakan dirinya di hadapan Yang Maha Tahu kegaiban.” (furqon:63)
  • Ketika al-Junayd ditanya tentang tawadhu’, ia menjawab, “tawadhu’ adalah merendahkan sayap terhadap semua makhluk dan bersikap lembut kepada mereka.”
  • Al-Junayd berkomentar, “Nafsu amarah yang terus menerus mendorong pada kejahatan adalah penyeru kepada kebinasaan, pembantu musuh, pengikut hawa nafsu, dan diharu-biru dengan berbagai macam kejahatan.”
  • Al-Junayd menuturkan, “Suatu malam aku tidak dapat tidur, lalu aku bangun untuk melakukan wirid. Tetapi aku tidak menemukan kemanisan atau kenikmatan yang biasanya kurasakan. Maka aku menjadi bingung dan berharap untuk dapat tidur saja, tetapi tetap tidak dapat. Lalu aku duduk, namun demikian aku tidak dapat duduk nyaman. Maka kubuka jendela dan aku pergi keluar. Kulihat seorang laki-laki berselimut mantel sedang berbaring di jalan. Ketika ia menyadari kehadiranku, ia mengangkat kepalanya dan berkata, “Wahai Abul Qosim, lihatlah waktu!’ Aku menjawabnya, ‘tuanku, tidak ada ketentuan waktu! Ia berkata, ‘bahkan aku sudah memohon kepada Sang pembangkit hati agar menggerakkan hatimu kepadaku, ‘Aku berkata, Dia telah melakukannya. Jadi apa kemauan anda ?” Ia menjawab, ‘Bilakah penyakit nafsu menjadi obatnya sendiri ? “aku menjawab, “jika nafsu menentang hawanya, maka penyakitnya menjadi obatnya.” Kemudian laki-laki itu berpaling dan berkata kepada dirinya sendiri, “Dengar, (hai Nafsu), aku telah menjawab pertanyaanmu tujuh kali dengan jawaban seperti itu, tapi engkau menolak menerimanya sampai engkau mendengarnya dari al-Junayd, dan sekarang engkau telah mendengarnya.” Kemudian ia berlalu meninggalkan aku. Aku tidak tahu siapa dirinya dan tidak pernah bertemu dengannya lagi.”